Senin, 16 September 2013

Baiti Jannati Bagian 2

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّ‌حْمَـٰنِ الرَّ‌حِيمِ 

 BAITI JANNATI (BAGIAN 2)

   Telah dibahas di posting saya sebelumnya bahwa slogan "Baiti Jannati" mengandung pengertian tentang pelaksanaan ajaran- ajaran Islam dalam rumah tangga kita. Tentunya pelaksanaan ajaran- ajaran Islam oleh seluruh anggota keluarga idealnya dimulai dari kepala rumah tangga. Kepala rumah tangga selain melaksanakan ajaran- ajaran Islam untuk dirinya sendiri, juga menyuruh kepada anggota keluarga yang lain, yaitu istri dan anak- anak. Di dalam rumah, tentu saja pelaksanaan ajaran- ajaran Islam tersebut dibimbing dan diawasi oleh kepala keluarga. Ketika telah terjalin kesadaran menjalankan ajaran- ajaran Islam oleh seluruh anggota keluarga, kemudian terjadilah saling mengawasi, dalam artian saling mengingatkan untuk melaksanakan maupun mengingatkan jika ada anggota keluarga yang tidak melaksanakan.
   Proses yang demikian itu akan menjadi efektif jika pelaksanaannya dilakukan secara intensif. Artinya si pembimbing, dalam hal ini kepala rumah tangga, terus menerus membimbing dan terus menerus pula mengawasi. Hal ini bisa terjadi karena memang frekuensi pertemuan antara masing- masing anggota keluarga sangat tinggi. Maka di setiap kesempatan berinteraksi antar anggota keluarga, bisa dijadikan kesempatan untuk membimbing anak dan istri untuk memahami dan melaksanakan ajaran- ajaran Islam. Dan tentu saja tidak memerlukan waktu khusus untuk mengawasi pelaksanaannya, karena setiap saat pun kepala keluarga bisa melihat dari dekat apa yang dilakukan oleh masing- masing anggota keluarga. Bisa ditebak jika proses pembimbingan hanya dilakukan sesekali dan tanpa pengawasan yang ketat, tentu hasilnya tidak akan bagus.
   Hasil dari bimbingan dan pengawasan yang intensif itulah yang menjadikan slogan "Baiti Jannati" terlaksana. Inilah kunci untuk melangkah ke tahap berikutnya, "Kampungku Surgaku", dan seterusnya sampai "Semestaku Surgaku".
   Jadi setelah kita membimbing diri kita (Syakhshiyah), langkah yang kedua adalah membimbing dan mengawasi keluarga kita (Usrah), dan kemudian tahap selanjutnya adalah membimbing dan mengawasi tetangga- tetangga kita (Qariyah). Supaya kampung kita menjadi "Surga" pada tahapan selanjutnya, maka kunci yang kita pakai untuk men-"Surga"-kan keluarga kita, yaitu bimbingan dan pengawasan yang intensif terus kita pegang. Tanpa bimbingan dan pengawasan yang intensif, hampir mustahil hasilnya akan memuaskan.
   Kita bisa menengok apa yang dilakukan suri tauladan kita, Rasulullah SAW dalam men-"Surga"-kan Jazirah Arab kala itu. Pertama beliau membimbing dan mengawasi keluarga beliau dalam memahami dan melaksanakan ajaran yang beliau bawa, yaitu Islam. Tentu frekuensi pertemuan beliau dengan keluarga sangat tinggi. Hasilnya, pasti kita mengenal sosok putri kesayangan beliau, yaitu Fatimah. Kita tentu sudah banyak mengetahui akhlaknya yang sangat mulia, ketabahannya, sampai Rasulullah SAW mengabarkan bahwa Fatimah adalah salah seorang ahli syurga. Dan kita tentu mengenal Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a, bagaimana pengetahuan agama beliau yang sampai- sampai diibaratkan jika Rasulullah SAW adalah gudang ilmu, maka Sayidina Ali r.a adalah gerbangnya. Dan kita ingat juga kepatuhan Sayidina Ali r.a yang bersedia menggantikan Rasulullah SAW tidur di atas ranjang beliau ketika orang- orang Quraisy mengepung hendak membunuh Rasulullah SAW. Itu semua karena mereka selalu mendapat bimbingan dan pengawasan langsung dari Rasulullah SAW. Kita tahu bahwa sejak kecil Sayidina Ali r.a berada dalam bimbingan Rasulullah SAW dan bukan dalam pemeliharaan ayahnya yaitu Abu Thalib.
   Dalam pada itu beliau juga aktif berupaya men-"Surga"-kan Mekah. Langkah yang beliau tempuh adalah membimbing dan mengawasi sahabat- sahabat beliau yang telah memeluk Islam di dalam Darul Arqam. Di sini pun Rasulullah SAW melakukannya secara intensif. Dari Darul Arqam inilah terciptanya generasi as Sabiqun al Awwalun yang sangat terkenal akan kualitas keislamannya. Dari sinilah muncul nama- nama Abu Bakar ash Shiddiq, Hamzah bin Abdul Mutthalib,, Ubai bin Kaab, Abdullah bin Rawahah, Abdullah bin Mas'ud, Mus'ab bin Umair, dan sampai kepada Umar bin Khattab, serta tokoh- tokoh lain yang begitu hebat memperjuangkan Islam.
   Begitu pula yang terjadi pada penduduk Yatsrib (Madinah) sebelum Rasulullah SAW melakukan hijrah. Dari segelintir orang yang telah membukakan hatinya untuk menerima Islam, karena strategi pertemuan intensif tetap dilakukan, maka akhirnya hampir di setiap rumah di Yatsrib terdengar ayat- ayat suci Al Qur'an setiap harinya. Ini tak lepas dari strategi Rasulullah SAW yang mengirim juru dakwah beliau yaitu Mus'ab bin Umair untuk membimbing dan mengawasi penduduk Yatsrib. Kala itu Mus'ab bin Umair menetap di Yatsrib dalam kurun waktu yang lama, bisa dibilang setahun penuh beliau bertugas membimbing dan mengawasi penduduk Yatsrib. Hasilnya, penduduk Yatsrib dengan senang hati menerima orang- orang Mekah sebagai saudara mereka. Dan kelak merekapun menjadi penolong agama Allah yang sangat tangguh.
   Secara sederhana, salah satu kunci sukses dalam men-"Surga"-kan kampung kita adalah bimbingan dan pengawasan yang intensif. Jika bimbingan hanya dilakukan sesaat saja, kemudian ditinggalkan begitu saja, maka hanya akan menjadi hangat- hangat tahi ayam, setelah beberapa waktu yang singkat segera lupa lagi. Ini bukan hal yang mustahil dilakukan karena kewajiban setiap Muslim adalah menyampaikan ajaran Islam walaupun hanya satu ayat. Dan pengawasannya pun bisa dilakukan dengan cara saling mengawasi dan mengingatkan berdasar Surat Al Ashr. Maka jika kita ingin Semesta Alam ini menjadi "Surga Dunia", hendaknya kita mencari metode yang tepat agar langkah kita tidak berhenti di tahap Usrah (keluarga) saja.

Allahu a'lam bishshawab.