بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
MEMAHAMI OBJEK DAKWAH
Kita semua tahu bahwa Agama Islam mampu bertahan sampai sekarang ini, dan menyebar ke seluruh penjuru dunia, adalah berkat kesuksesan dakwah Nabi Muhammad SAW. Beliau dari seorang diri, mampu mengkader ribuan orang pada masanya untuk tertarik kemudian menjadi pemeluk Islam, dan berikutnya istiqomah dalam menjalankannya. Tentu kesuksesan dakwah beliau SAW tidak begitu saja terjadi, pasti metode dan manajemen dakwah beliau mempunyai andil yang besar, meskipun tentu pertolongan اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى tidak bisa dipisahkan.
Salah satu unsur yang menentukan keberhasilan dakwah Rasulullah SAW adalah beliau mampu memahami objek dakwahnya. Beliau memahami sifat dan karakter orang yang akan beliau dakwahi. Maka, di luar anggota keluarga, yang pertama beliau dakwahi adalah Abu Bakar r.a. Ini bisa kita maklumi karena Abu Bakar r.a. lah sahabat terdekat beliau. Beliau mengenal betul sosok yang didakwahinya, dan yakin akan mudah menerima apa yang dibawanya.
Kemudian seperti yang mahsyur diceritakan dalam kisah- kisah siroh nabawiyah, Rasulullah melakukan dakwah sembunyi- sembunyi, dengan menemui kaumnya secara empat mata, ataupun dalam jumlah yang sedikit. Tujuannya adalah menyesuaikan metode ataupun isi dakwah dengan orang yang didakwahi. Seandainya beliau menghadapi banyak orang, tentu saja akan lebih sulit menyesuaikan materi dan metode dakwah beliau, karena masing- masing orang punya karakter dan tingkat pemahaman yang berbeda- beda. Dengan cara ini, beliau berhasil mengajak beberapa orang untuk masuk Islam, dan terbukti kemudian menjadi pemeluk Islam yang sangat kokoh imannya.
Jika kita gali, maka akan sangat banyak yang kita pelajari dari manajemen dakwah Rasulullah SAW, namun di sini kita hanya sedikit membahas salah satu metodenya, yaitu berdakwah secara bertahap. Ini sangat erat kaitannya dengan metode turunnya Al Qur'an yang berangsur- angsur. Tujuannya adalah seperti yang difirmankan اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dalam Al Qur'an Surat Al Furqan (25): 32
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا
Berkatalah
orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu
dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).
(QS 25: 32)
Di sini bisa kita pahami bahwa tujuan diturunkannya Al Qur'an secara berangsur- angsur adalah supaya hati orang- orang yang beriman menjadi kuat, dalam artian tidak kaget (karena menerima sesuatu yang luar biasa), dan untuk mempermudah memahami dan menghafalkannya secara benar. Jika Al Qur'an itu diturunkan atau disampaikan seketika, maka akan sulit diterima karena jauh bertentangan dengan kultur pada saat itu. Demikian pula ketika menyampaikan Al Qur'an (berdakwah), Rasulullah pun menyampaikan secara berangsur- angsur, disesuaikan dengan tingkat pemahaman objek dakwah yang beliau hadapi. Dalam suatu hadits, beliau bersabda,
"Tidaklah engkau mengatakan sebuah perkataan kepada suatu kaum yang akal mereka belum memahami perkataan tersebut, melainkan sebagian mereka akan tertimpa fitnah"
(HR Muslim No. 14, Al Muqadimah, Bab An Nahyi 'Anil Hadits Bikulli Ma Sami'a)
Dari hadits di atas bisa kita pahami pentingnya memahami kondisi objek dakwah. Bila kita menyampaikan sesuatu yang, katakanlah terlalu jauh untuk dipahami oleh objek dakwah, maka yang akan terjadi malah bisa mencelakakan si objek dakwah karena menentang dakwah yang kita sampaikan. Sebagai gambaran adalah ayat- ayat yang mula- mula turun (fase Mekah) membahas masalah ketauhidan, kebangkitan setelah mati, surga dan neraka. Sangat sedikit ayat yang berhubungan dengan masalah sosial, kenegaraan, dan hukum- hukum. Aisyah r.a pernah menyampaikan, bahwa jika saat itu penduduk mekah dilarang untuk berzina, maka mereka pasti akan bersumpah untuk tidak meninggalkan zina selama- lamanya. Namun karena yang didakwahkan terlebih dahulu adalah pembalasan nanti setelah berbangkit, maka mereka sanggup meninggalkannya.
Contoh lain adalah masalah hukum meminum minuman keras atau khamr. Kita bisa menemukan 4 ayat yang berhubungan dengan hukum meminum khamr ini. Secara tertib turunnya, maka tahap- tahap sampai kepada pengharamannya adalah sebagai berikut:
QS An Nahl (16): 67
وَمِن ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. (QS 16: 67)
QS Al Baqarah (2): 219
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّـهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan".
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu
berfikir,
(QS 2: 219)
QS An Nisaa (4): 43
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنتُمْ
سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا
عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ
وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم
مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS 4: 43)
QS Al Maidah (5): 90
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS 5: 90)
Selanjutnya bisa kita gambarkan dalam diagram berikut, dimana garis hitam adalah batas keislaman manusia, yang terus dipersempit dengan turunnya ayat- ayat Al Qur'an yang berangsur- angsur, untuk menuju syarat pemeluk Islam bisa dikatakan sudah masuk secara kaffah.
![]() |
Contoh pelaksanaan hukum meminum khamr yang berangsur- angsur. |
Ketika turun QS 4: 43, maka yang tidak mematuhi bisa terkena dosa besar, ini karena sholat mereka tidak diterima. Namun meminum khamrnya sendiri masih diperbolehkan. Hingga ketika turunnya QS 5: 90, maka yang masih meminumnya tidak bisa dikatakan telah masuk Islam secara kaffah, dan setiap kali meminumnya, maka ia mendapat dosa.
Jika kita ambil pelajaran, maka untuk menguatkan hati, artinya siap untuk menerima perintah atau larangan selanjutnya yang mungkin lebih berat untuk dilaksanakan atau ditinggalkan, maka diperlukan penyampaian ajaran Islam secara berangsur- angsur. Jika tidak, bisa jadi niat kita menyelamatkan si objek dakwah, tapi yang terjadi malah kita menjerumuskan dia ke neraka.
Untuk itu bagi para penbaca, mohon tidak sungkan- sungkan menyampaikan komentar, untuk meminimalisir kesalahan penafsiran tentang tulisan- tulisan saya. Ini sangat mungkin terjadi karena pilihan kata yang saya pakai belum tentu pas dengan pemahaman anda sekalian. Jazakulloh khoir.
Allahu a'lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar