Jumat, 17 Agustus 2012

Catatan Idul Adha 1432 H

CATATAN IDUL ADHA 1432 H

Tahun lalu 2011 bertepatan dengan tahun 1432 H kebetulan saya mendapat jatah mudik pada liburan Hari Raya Idul Adha. Saya nikmati Hari Raya ini bersama Bapak saya di Yogya. Ada hal- hal menarik yang saya temui, maksudnya berbeda dengan tempat- tempat yang pernah saya tinggali.

Lomba Takbiran.

Seperti di tempat lain, malam sebelum Hari Raya diisi dengan takbir keliling. Bedanya di Kecamatan tempat tinggal saya ini takbir kelilingnya diorganisir dengan baik, bahkan dilombakan. Tak ayal suasana takbiran pun bertambah meriah. Tiap masjid menampilkan anak- anak dengan busana yang indah serta lampion- lampion yang sangat menarik. Tak ketinggalan pula bendera- bendera dan barisan yang rapi. Ini benar- benar menjadi atraksi yang mengundang perhatian. Benar- benar meriah.
Namun patut disayangkan, takbiran yang begitu meriah ternyata terkesan hanya kulitnya. Banyak peserta yang lupa isinya, bagaimana semestinya bertakbir itu. Ada beberapa peserta yang dengan semangat menyelingi takbir dengan lagu- lagu pop islami semacam lagunya Ungu ataupun Wali. Ada juga yang menyertakan gerakan- gerakan tari. Dan umumnya para peserta membawa peralatan drumband. Jadi lebih mirip pawai Agustusan.
Semua itu jelas menyimpang dari apa yang dicontohkan Rasulullah SAW. Takbir itu mestinya ya sebatas takbir, dan kata- katanya pun sudah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.

Allahu akbar, Allahu akbar,
Laa ilaha illallahu
Allahu akbar, Allahu akbar,
Walillahilhamdu.

Hanya itu, tidak boleh dikurangi maupun ditambah.
Tapi katanya masih lebih baik yang takbiran lah daripada yang cuma nonton.... Allahu a'lam.

Sholat Id di Masjid.

Pagi hari saat Hari Raya tiba, kami sekeluarga dengan semangat pergi ke Alun- alun Utara Yogya untuk sholat Id degan berjalan kaki. Kebetulan cuacanya cerah. Kami berangkat kira- kira jam 06:30, karena sholat Id di Alun- alun Utara Yogya biasanya dimulai jam 7 tepat. Tapi alangkah kagetnya kami, baru 3 menit berjalan kami melewati Masjid RW sebelah, dan mereka sudah memulai Sholat Id di masjid mereka. Padahal mesjidnya nggak terlalu luas, untuk sholat Jum'at saja sudah penuh, apalagi ditambah kaum wanita.
Kami lanjutkan perjalanan. Sekitar 5 menit kemudian kami tiba di Masjid RW sebelah, terdengar dari pengeras suara,"sholat Id akan didirikan 5 menit lagi!" Wah, di sini juga mengadakan sholat Id di masjid juga? Mulai ada rasa khawatir, jangan- jangan nanti di Alun- alun jamaahnya cuma sedikit. Padahal Alun- alun Utara ini pusatnya sholat Id di Yogya. Ketika sampai di jalan utama ke arah Alun- alun, kekhawatiran saya bertambah, jalan terlihat sepi, beda jauh dengan keadaan beberapa tahun yang lalu. Tapi alhamdulillah ketika sampai di Alun- alun jamaahnya masih cukup banyak juga, meski memang jauh berkurang.

Saya tak habis pikir, saya tahu RW sebelah punya banyak Ustadz yang berpikiran modern, saya sering sholat di masjid itu juga dan mendengarkan khotbah atau ceramah mereka. Apa ada unsur kesengajaan melemahkan syiar Islam?

Menarik membaca Al Qur'an yang tafsirnya ditulis oleh A. Yusuf Ali pas menjelaskan QS Al Jumu'ah ayat 9 tentang Sholat Jum'at. Kira- kira beliau menulis begini:
Seungguhnya umat Islam itu mempunyai waktu dan tempat dalam berkumpul. Untuk tingkat RW- katakanlah- umat Islam bertemu 5x sehari di masjid saat sholat wajib. Sedangkan untuk tingkat Kelurahan atau Kecamatan diadakan seminggu sekali, inilah sholat Jum'at. Karena pesertanya lebih banyak, maka masjidnyapun lebih besar. Untuk tingkat kabupaten, pertemuan diadakan 1 tahun 2x, yaitu pada 2 Hari Raya. Karena jamaahnya lebih banyak lagi, maka tempatnyapun harus lebih besar, yaitu lapangan. Dan untuk tingkat dunia, diadakan 1 tahun sekali, yaitu pada saat Haji. Tempatnya pun sangat luas. Tentu ini bagi yang mampu mengikuti. Dan mestinya kalau dari tingkat Kecamatan dan Kabupaten saja ada khotbahnya, membahas isu- isu di seputar mereka, mestinya di tingkat yang lebih ataspun ada khotbahnya, membahas isu- isu yang sifatnya lebih global.

Nah sekarang, kalau sholat 5 waktu, Jum'atan, dan Sholat Id dilaksanakan di Masjid itu- itu saja, dan jamaahnya itu- itu saja, kapan saling kenalnya umat Islam ini? Kapan merasa sebagai satu saudara? Malah jangan- jangan nanti berhajinya juga di Masjid itu juga?

Pembagian Daging Kurban

Ada hal bagus yang patut dicontoh pada panitia Idul Adha di Masjid RW kami. Dalam pembagian hewan kurban, mereka proaktif mendatangi warga yang berhak mendapatkan daging, bukan meminta warga mengambil sendiri ke masjid. Ini bagus sekali. Jadi kerusuhan saat antri daging kurban bisa dihindari. Sedangkan jika ada sisa, mereka bagikan juga kepada warga non muslim. Ini bagus untuk dakwah Islam.
Semoga Lebih Baik.

Mudah- mudahan kedepannya bisa diperbaiki. Jangan sampai umat Islam ini dicap buruk oleh umat lain karena ibadahnya terkesan hura- hura dan sendiri- sendiri. Bukannya memberi daging kepada umatnya, malah menyengsarakannya saat berjubel mengantri daging.

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum ya Akhi...

    Subhanallah...Postingan yang bagus-bagus.
    Wis cocok dadi penulis sekaligus pendakwah...
    Di tunggu postingan-postingan selanjutnya...
    Aku jg br proses bikin blog tentang kegiatan keagamaanku di Rawaseneng Temanggung.
    Minta dukungannya aku lg berjuang menjadikan anak2 dan remaja Muslim di situ biar gak salah memahami ttg agama. Selama ini yg tua-tua sdh terdoktrin bhw semua agama "podho wae" oleh kaum Misionaris yg sangat dekat, makanya agama dipermainkan.
    Mari terus memperjuangkan agama Allah SWT.
    Memang meng-Islamkan orang kafir lebih mudah, hanya ucapan 2 kalimah syahadat cukup. Tetapi meng-Islamkan orang Islam sangat sulit.
    Wassalam...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali bahwa mengislamkan orang Islam jauh lebih sulit. Ini karena banyak yang tidak tahu arti 2 kalimat syahadat itu sendiri, dan konsekuensinya.
      Semoga perjuangan kita diridhoi Allah SWT. Semakin kita dekat dengan Allah, Allah semakin dekat dg kita, semakin kita dekat dg Al Qur'an, semakin kita diberi pemahaman olehNya.

      Hapus