Kamis, 23 Agustus 2012

Musim Berdagang Kaum Quraisy


MUSIM BERDAGANG KAUM QURAISY

سورة قريش
بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ ﴿١ 
 إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ ﴿٢ 
 فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَـٰذَا الْبَيْتِ ﴿٣ 
 الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ ﴿٤
  1. Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
  2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
  3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah).
  4. Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.  
Memang banyak keuntungan berada di ‘tanah para nabi’, terutama dalam merenungi kondisi alam pada saat ayat- ayat suci tersebut diturunkan.
Di Indonesia yang hanya mempunyai 2 musim, kita tidak bisa merasakan bagaimana kondisi musim panas dan dingin seperti di Qatar ini. Kebetulan Qatar dan Mekah berada di garis lintang yang hampir sama, jadi keadaan musimnya tak jauh berbeda.
Kini saya bisa merasakan dan memahami kebiasaan orang Quraisy waktu itu dalam berdagang (seperti yang tercantum pada tafsir yang dikeluarkan Departemen Agama RI). Dijelaskan pada musim dingin orang- orang Quraisy berdagang ke Yaman. Dan pada musim panas mereka berdagang ke negeri Syam (sekitar Syiria sekarang). Dan pada musim haji mereka berdagang di kampung halaman mereka, Mekah.
Tentu bagi yang pernah tinggal di sini alasannya jadi sangat mudah dipahami, pada musim dingin ketika matahari beredar di sebelah selatan, mereka pergi ke arah selatan, hitung- hitung sambil mencari kehangatan. Pada musim panas mereka bepergian ke arah utara, tentu harapannya agar mendapat kesejukan. Sedangkan pada musim haji mereka tak perlu kemana- mana, orang- orang dari seluruh pelosok negeri mendatangi kampung halaman mereka.
Disebutkan bahwa aktivitas dagang ini sudah menjadi kebiasaan, artinya sudah dilakukan sejak lama. Konon sistem dagang seperti ini dipelopori oleh Hisyam bin Abdul Manaf, kakek buyut Rasulullah SAW. Hal ini dimungkinkan karena adanya perjanjian damai antara kaum Quraisy dengan bani- bani/ suku- suku baik yang menjadi tujuan dagang mereka maupun yang tinggal di sepanjang perjalanan. Sehingga mereka dapat melakukan perjalanan dengan aman.* Suku di luar Quraisy membutuhkan perjanjian damai dengan suku Quraisy agar mereka dapat melaksanakan ibadah haji. Artinya bahwa faktor Ka’bahlah yang melancarkan urusan ini. Makanya pada ayat ke-3 dan 4 اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى menitah suku Quraisy untuk beribadah kepada Sang Pemilik Ka’bah.
Dalam berdagangpun seringkali mereka tidak tanggung- tanggung dalam membawa barang dagangan. Maklumlah jarak yang mereka tempuh bisa lebih dari sebulan perjalanan. Sebagai contoh saat sebelum terjadi perang Badar, kafilah dagang mereka yang dipimpin Abu Sufyan membawa unta sekitar 1000 ekor. Termasuk juga para pengawalnya. Seluruh pria dan wanita Quraisy yang mempunyai saham ikut serta. Sehingga totalnya mencapai 50.000 dinar. Sebagai perbandingan, saat itu dalam hukum Islam seorang pencuri dikenakan hukum potong tangan jika mencuri uang atau sesuatu yang minimal setara dengan ¼ dinar.*
Sebuah praktek dagang yang lumayan jitu. Ini pula yang menyebabkan mereka sangat terampil dalam menghitung piutang dan riba. Dan tentu saja bukan karena itu mereka mendapat predikat kaum jahiliyah (bodoh).
 
 
*Sumber: Siroh Nabawiyah oleh Muhammad Husein Haikal.

1 komentar:

  1. dari sini saya jadi tau kalau Hisyam bin Abdul Manaf, adalah kakek buyut Rasulullah SAW.
    terimakasih kepada penulis...

    BalasHapus