بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
ABDULLAH BIN RAWAHA, SYAHIDIN YANG RANJANG EMASNYA MIRING
Setelah
terjadinya perdamaian Hudaibiyah, umat Islam tidak perlu lagi
mengkhawatirkan akan adanya serangan dari pihak Quraisy. Maka Rasulullah
SAW bisa memikirkan hal- hal lain untuk perkembangan Islam. Beliau teringat akan utusan dakwah
beliau, yaitu Harits yang dibunuh tatkala menghantarkan surat yang
berisi ajakan masuk Islam kepada gubernur Syam (bagian dari kerajaan
Romawi) yang bernama Surahbil. Maka Rasulullah SAW bertekad memerangi
Syam yang telah menolak ajakan masuk Islam, bahkan membunuh utusan
beliau yang artinya mengajak berperang.
Maka
dikirimkanlah 3.000 pasukan ke negeri Syam yang perjalanannya bisa
memakan waktu 1 bulan. Pasukan ini dipanglimai oleh Zaid bin Haritsa.
Dalam pelepasan pasukan itu, Rasulullah SAW berpesan, diantaranya: jika Zaid
gugur, maka panglima diserahkan kepada Ja’far bin Abi Thalib, jika
Ja’far gugur, panglima diambil alih oleh Abdullah bin Rawaha, dan bila
Abdullah gugur, maka panglima dipilih melalui musyawarah. Kemudian
pasukan inipun berangkat tanpa tau seberapa besar kekuatan musuh.
Ketiga
orang tersebut adalah orang- orang kepercayaan Rasulullah SAW. Zaid
adalah anak angkat beliau. Ja’far, saudara sedarah dengan Ali bin Abi
Thalib, pemimpin kaum muslimin saat hijrah ke Habsyi dan berhasil
mengislamkan raja Habsyi. Adapun Abdullah adalah orang yang sering
diikutkan dalam majelis syuro oleh Rasulullah SAW.
Sesampainya
di Ma’an, mereka mendapat informasi bahwa ternyata pihak Syam telah
mengetahui rencana penyerangan tersebut. Surahbil telah meminta bantuan
kepada Heraklius, sang Kaisar Romawi. Maka bergabunglah pasukan
Romawi itu yang totalnya sejumlah 200.000 pasukan! Bahkan Heraklius
sendiri yang memimpin. Sebuah jumlah yang timpang, 3.000 akan melawan
200.000, 1:70! Tak ayal hal ini membuat bimbang hati pasukan muslim.
Zaid pun mengumpulkan pasukan dan mengajukan pendapat: mengingat musuh
yang berlipat jumlahnya, maka akan dikirim seorang utusan untuk
menyampaikan hal ini kepada Rasulullah SAW, kemudian apapun perintah
Rasulullah SAW akan mereka lakukan. Hampir seluruh anggota pasukan
setuju dengan pendapat Zaid ini. Tapi tiba- tiba Abdullah bin Rawaha
berdiri dan berpidato:
"Saudara-saudara,
apa yang tidak kita sukai, justeru itu yang kita cari sekarang ini,
yaitu mati syahid. Kita memerangi musuh itu bukan karena perlengkapan,
bukan karena kekuatan, juga bukan karena jumlah orang yang besar. Tetapi
kita memerangi mereka hanyalah karena agama, yang dengan itu Allah
telah memuliakan kita. Oleh karena itu marilah kita maju. Kita akan
memperoleh satu dari dua pahala ini: menang atau mati syahid."
Sebuah
pidato yang sangat agung dari manusia yang terbiasa melaksanakan
perintah Allah dan RosulNya, yang paham betul arti untuk apa hidup ini.
Tak ayal serentak para muslimin pun menyahut dengan semangat.
Hilanglah sifat wahn dari diri mereka sama sekali.
Di
hari bertemunya dua pasukan, kaum muslimi memilih Mu’tah yang diapit
oleh bukit sebagai ajang peperangan. Dengan gagah berani Zaid maju ke
tengah pasukan musuh sambil membawa bendera dan mengayunkan pedangnya.
Setelah berhasil membunuh belasan atau bahkan puluhan orang, akhirnya
Zaid pun menemui kesyahidannya. Segera Ja’far mengambil alih bendera
sesuai amanat Rasulullah. Sama seperti Zaid, Ja’far pun maju dengan
gagah berani. Sampai suatu saat tangannya yang membawa bendera tertebas
pedang musuh. Diambilnya bendera itu dengan tangan kanan sambil
mempertahankan diri sebisanya, tanpa mundur sejengkalpun. Tapi tangan
kanannyapun tertebas oleh pedang lawan. Masih belum hilang semangat
beliau, dipeluknya bendera itu dengan kedua lengannya yang tersisa. Apa
mau dikata, tanpa bisa menangkis, akhirnya Ja’far pun gugur setelah
pedang lawan menghantam dadanya. Benderapun segera diambil alih oleh
Abdullah bin Rawaha. Beliau saat itu mengendarai kuda. Beberapa saat
beliau ragu, tetap berkuda atau turun. Jika tetap berkuda maka akan
lebih mudah mempertahankan bendera, jika turun akan lebih mudah
mengomando pasukan. Akhirnya beliau turun dan menemui akhirnya kesahidannya di
ajang perang Mu’tah itu.
Singkat
kata pasukan muslim pulang ke Madinah setelah menewaskan ribuan orang
dari pihak musuh dan membuat musuh yang tersisa berbalik mundur.
Sedangkan korban dari pihak muslim hanya 12 orang. Rasulullah mengatakan
bahwa beliau melihat ketiga orang panglima yang gugur tersebut berada
di syurga. Tangan Ja’far diganti dengan sepasang sayap yang
memungkinkannya terbang ke segala penjuru syurga. Ketiganya mendapat
tempat masing- masing sebuah ranjang dari emas untuk tidur mereka.
Hanya, kata Rasulullah SAW, ranjang Abdullah bin Rawaha agak miring
sedikit. Kaum muslimin pun bertanya mengapa. Dijawab oleh Rasulullah
SAW, bahwa ketika hendak maju menjadi panglima, ada sedikit keraguan
dalam hatinya, seperti tersebut di atas. Sedangkan kedua rekannya maju
dengan penuh semangat dan keyakinan. Itulah yang mambedakan. (diringkaskan dari Siroh Nabawiyah Muhammad Hussain Haikal)
Wow…
Orang yang sangat diandalkan oleh Rasulullah, orang yang membangkitkan
semangat jihad kaum muslimin tatkala mereka sedang gentar menghadapi
musuh, bahkan meninggalnyapun dalam keadaan syahid, jihad fisabilillah,
tidak mendapat balasan yang sempurna dari اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى hanya
karena hal yang mungkin sangat sepele, toh akhirnya beliau maju juga
meninggalkan kudanya. Meskipun saya sangat yakin Abdullah Bin Rawaha
tetap akan merasa sangat- sangat nyaman di tempat tidur tersebut.
Lalu, kira- kira
fasilitas seperti apa yang akan saya dapatkan, seandainya saya masuk syurga? Itu juga
kalau masuk. Itulah pertanyaan yang terlintas di benak saya, dan
pertanyaan pertanyaan berikutnya mengikuti. Apa yang telah aku lakukan
selama ini? Apa yang bisa aku andalkan untuk membeli tiket syurga?
Sholat masih sering terkalahkan oleh kondisi, sedekah masih sayang, puasa sunah lupa,
apalagi jihad, jauh sekali.
Ya ALLAH, masukkanlah kami kedalam golongan orang- orang yang Engkau beri nikmat. Amiin.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar