Sabtu, 15 September 2012

Ilmu Sesat Yang Menuntun Kepada Hidayah

 بِسْمِ اللَّـهِ الرَّ‌حْمَـٰنِ الرَّ‌حِيمِ

Ilmu Sesat Yang Menuntun Kepada Hidayah
 (Jika Anak Kita Bertanya)

   Pernah suatu ketika saat saya sedang membaca buku yang temanya nyeleneh, teman saya melihat dan bertanya,"ngapain baca buku gituan? Bagi saya yang penting kita tahu, ya sudah, nggak perlu dibahas kesana- kemari". Saya hanya menjawab, bahwa saya perlu tahu wawasan orang lain, baik sepaham atau tidak dengan kita, supaya nanti jika harus menjawab pertanyaan atau menjelaskan kepada orang lain, kita sudah mengerti permasalahannya. Ada juga yang menegur istri saya ketika istri saya bertanya kepada ustadz yang menurut pandangan mereka aqidahnya tidak lurus, sudah tahu aqidahnya salah masih ditanyain, begitu kira- kira teguran mereka. Istri saya menjawab,"kita perlu tahu dong kenapa mereka melakukan ini- itu, supaya nanti jika anak saya menemui hal semacam itu, saya bisa menjelaskannya".    Kadang- kadang kita berani mengatakan suatu perbuatan atau pemahaman orang lain salah, tanpa kita tahu alasan mereka melakukannya. Mungkin mereka mempunyai dalil yang kita belum tahu atau terpikir. Saya beri satu contoh yang populer. Banyak orang yang berziarah kubur ke makam Wali (9) atau ulama- ulama yang dianggap berjasa dalam penyebaran Agama Islam. Banyak dari mereka yang ketika berada di samping makam Sang Wali meminta agar Sang Wali mendo'akan mereka. Atau membaca do'a dalam bahasa Arab yang diberikan (dijual) oleh panitia pengurus makam, yang menurut penyelidikan beberapa da'i, ternyata isinya meminta agar Sang Wali mendo'akan mereka. Banyak orang yang memvonis perbuatan ini termasuk perbuatan musyrik. Apakah anda termasuk yang memvonis syirik? Kalau iya, tunggu dulu.
   Saya mengetahui bahwa ada sebagian dari mereka yang mempunyai dalil dari Al Qur'an yang (menurut mereka) membenarkan perbuatan ini. Sudahkah anda tahu? Dalilnya Al Qur'an lho, jangan main- main! Silahkan simak QS 2: 154 dan QS 3: 169.

وَلَا تَقُولُوا لِمَن يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَـٰكِن لَّا تَشْعُرُ‌ونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS 2: 154)


وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّـهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِندَ رَ‌بِّهِمْ يُرْ‌زَقُونَ

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (QS 3:169)

Jadi menurut mereka, Sang Wali ini masih hidup, karena mereka gugur sebagai syuhada, sah- sah saja dong minta dido'akan orang yang masih hidup, ya, to? Bayangkan jika kita tidak tahu dalil ini dan terlanjur memvonis mereka musyrik. Bisa- bisa mereka menjawab,"ini menurut Qur'an, lho. Anda percaya Qur'an nggak? Kalau percaya, jangan memvonis saya sebagai orang musyrik. Kalau tidak percaya Qur'an, berarti sampeyan ini orang kafir!" Nah lho, malah kita yang terkena vonis kafir. Masih mau memvonis mereka musyrik? Silahkan cari alasan yang lain. Bagi saya jika mereka mengetahui sifat- sifat اللَّـهُ , itu akan jauh lebih berarti. Tugas kita membetulkan aqidah mereka (tentu saja aqidah kita terlebih dahulu). 
   Maka dari itu mempelajari ilmu yang 'nyeleneh'pun perlu. Tentu lebih diutamakan belajar ilmu yang benar. Secara sedarhana, jika kita ingin membangun rumah yang aman dari maling, kita harus tahu 'ilmu maling'. Kita mesti tahu maling itu kira- kira akan masuk dari mana. Kalau ada kemungkinan dari jendela, ya kita pasang teralis. Maling bisa dengan mudah melepas engsel pintu jika arah terbukanya pintu adalah keluar, maka kita bikin pintu yang jika membuka daunnya ada di dalam, dst...dst... Itu semua memungkinkan jika kita tahu ilmu maling tadi, baik melalui belajar, pengalaman, maupum naluri.
   Dan terkadang untuk mengetahui kebenaran, kita juga harus mengetahui mana yang salah. Makanya Al Qur'an disebut Al Furqon karena menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah. Nabi Ibrahim a.s pun sebelum menemukan kebenaran, yaitu اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى adalah Tuhan alam ini, mempelajari ilmu, yang pada akhirnya beliau sadar bahwa ilmu itu sesat, yaitu menuhankan bintang, bulan, dan matahari.
   Ada kisah unik dalam Al Qur'an, dimana ilmu sesat justru menuntun pada hidayah. Alkisah Fir'aun memandang mu'jizat Nabi Musa a.s sebagai sihit. Maka dari itu ia mengumpulkan ahli- ahli sihir se Mesir untuk mengalahkan sihir Musa a.s itu, dengan imbalan kedudukan yang tinggi jika mereka berhasil. Tatkala Musa a.s dan para penyihir itu telah berhadapan, maka Musa a.s mempersilahkan mereka untuk melakukan atraksinya terlebih dahulu. Merekapun mempraktekkan ilmu sihir mereka. Tali- tali dan tongkat yang mereka lemparkan seolah- olah menjadi ular dalam pandangan orang awam. Kemudian Musa a.s melemparkan tongkatnya dan berubah menjadi ular besar yang memakan 'ular- ular' kecil milik para penyihir tersebut atas izin اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Para penyihir, yang tentu saja tahu betul seluk beluk persihiran paham bahwa apa yang dilakukan Musa a.s bukanlah sihir, melainkan mu'jizat. Seketika mereka menyatakan beriman kepada Tuhannya Musa a.s. Bahkan mereka sangat kokoh imannya, sehingga ancaman potong tangan dan kaki dari Fir'aun pun tidak menyurutkan iman mereka. Bagi orang- orang yang tidak paham ilmu persihiran, mereka menganggap para tukang sihir itu kong kalikong dengan Musa a.s untuk mengelabuhi Fir'aun dan kaumnya. Dan mereka tetap dalam kekafirannya. (QS 20: 63- 73)   
   Demikianlah, ilmu sesat semacam sihir (QS 2: 102) ternyata bisa juga membawa rahmat bagi pemiliknya. Yang menjadi dasar adalah hati nurani. Para tukang sihir Fir'aun mengikuti hati nurani mereka yang membenarkan mu'jizat yang dibawa Musa a.s. Jadi, jika kita mampu mengikuti hati nurani, maka kita akan bisa mengendalikan ilmu yang kita miliki. 
Allahu a'lam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar