Kamis, 06 September 2012

Beriman atau Kafirkah Kita?


بِسْمِ اللَّـهِ الرَّ‌حْمَـٰنِ الرَّ‌حِيمِ

Beriman atau Kafirkah Kita?

   Seperti yang sudah saya bahas sebelumnya, banyak orang Islam yang cukup puas hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat saja, kemudian yakin nanti di akherat akan masuk syurga. Ternyata اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى tidak percaya begitu saja. Dia merasa perlu untuk membuktikan ucapan kita. Mari kita simak QS 29:2

 أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَ‌كُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ 
  Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?

 Ini sangat wajar dan masuk akal. Karena iman itu 'diyakini dalam hati, diikrarkan dengan ucapan, dan dilakukan dengan amal'. Apakah اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى tidak mengetahui isi hati kita, sampai- sampai perlu nge-test kita. Bukan demikian, sesungguhnya اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى  mengetahui segala isi hati, seperti tercantum di ayat berikutnya, QS 29: 3

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّـهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ 

Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.  

   Terus buat apa di-test segala? Supaya menjadi bukti bagi diri kita sendiri. Jadi untuk mengukur apakah kita benar- benar beriman atau tidak, kita sendiri sudah tahu jawabannya, tentu jika kita mau mengevaluasi diri, instropeksi.

   Telah banyak pembahasan tentang hal- hal yang menggugurkan iman, saya hanya ingin menyodorkan sedikit dalil, yang mungkin sangat dekat dengan lingkungan kita. Ini saya sampaikan agar kita semua semakin berhati- hati agar kita tidak 'murtad tanpa sadar'. Artinya hal- hal yang menurut kita sepele atau umum dilakukan orang, ternyata bisa mengeluarkan kita dari status beriman, tentu saja di sisi اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى .

   Kita lihat kasus riba. Sebelumnya saya pikir ada baiknya jika terjemahan ' hai orang- orang yang beriman' saya modifikasi dengan 'hai orang- orang (yang merasa/ mengaku) beriman'. Saya rasa tidak mengubah makna secara drastis.
QS: 2: 278

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ وَذَرُ‌وا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّ‌بَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ 

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
  
Kita lihat, ayat ini ditujukan untuk orang- orang beriman, atau seperti saya tulis di atas, untuk orang- orang yang merasa atau mengaku beriman. Kemudian اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى memberikan perintahNya, yaitu orang- orang yang merasa/ mengaku beriman tersebut dilarang mengambil sisa riba. Artinya setelah turun ayat ini orang beriman tidak boleh melakukan praktek riba. Kemudian di akhir ayat, ada sebuah penegasan, yaitu jika kamu orang- orang yang beriman.Artinya, jika orang- orang yang merasa/ mengaku beriman tersebut meninggalkan riba, barulah mereka dibilang benar- benar beriman! Kalau mereka tetap dalam praktek mengambil riba, artinya mereka tidak benar- benar beriman alias imannya cuma di bibir saja. Masih bingung? Kita baca ayat selanjutnya QS 2: 279
 
  فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْ‌بٍ مِّنَ اللَّـهِ وَرَ‌سُولِهِ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُ‌ءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ   

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

Nah, kalau tidak meninggalkan riba akan diperangi oleh Allah dan RasulNya. Apa ada orang beriman diperangi Allah dan Rasul? Kalau ada berarti ya cuma mengaku- aku beriman, artinya yang tidak lulus dalam ujian. Jadi kesimpulan yang saya pahami, melakukan praktek riba menggugurkan iman kita.

   Ada lagi yang menarik, sebuah hadits yang sangat populer. Hadits dari Mutafaqun 'Alaih "Al Bayan" hadits no. 32 tentang amar ma'ruf nahi munkar:

"Siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah merubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah dengan lidahnya. Kemudian kalau tidak mampu juga, hendaklah dengan hatinya. Itulah selemah- lemah iman."

Sangat populer, hampir semua orang tahu. Tapi kita coba cermati, selemah- lemah iman, berarti di bawah tingkatan ini adalah tidak beriman, benar bukan? Kalau hati kita masih memandang perbuatan mungkar yang dilakukan orang lain adalah memang perbuatan mungkar, berarti kita masih beriman. Lalu, bagaimana dengan orang yang melakukan kemungkaran, meskipun hanya kemungkaran kecil atau sangat ringan? Ambilah contoh taruhan ketika bermain badminton misalnya, yang kalah menraktir minuman energi. Atau kesebelasan yang yang dijagokannya kalah, dia harus menraktir mie telor. Tetap ini adalah kemungkaran. Jadi, masih termasuk 'selemah- lemah iman' tidak, ya? Saya berani menjawab: TIDAK! Dan anda pasti setuju. 

   Logika yang bisa dipahami, bukan? Jadi saya berdo'a mudah- mudahan kita terhindar dari perbuatan yang 'memurtadkan' kita, yang mungkin tidak kita sadari. Bagaimana rasanya sudah yakin masuk surga, eh, batal gara- gara sebotol minuman energi, atau semangkuk mie telor, atau karena mengirim sms sambil berharap mendapat uang jutaan rupiah. Dan karena tidak menyadari, tahunya saat sudah di Padang Mahsyar, telat deh. 
Allahu 'lam bishshawab. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar